Konsep Sehat, Sejarah Perkembangan Kesehatan Mental, Pendekatan Kesehatan Mental

Konsep Sehat

Paradigma Sehat

Paradigma sehat adalah cara pandang atau pola fikir pembangunan kesehatan yang bersifat balistik, proaktif, antisipatif, dengan melihat masalah kesehatan sebagai masalah yang dipengaruhi banyak faktor secara dinamis dan lintas sektoral, dalam suatu wilayah yang berorientasikepada peningkatan pemeliharaan dan perlindungan terhadap penduduk agar tetap sehat dan bukan hanya penyembuhan penduduk yang sakit. Untuk itu diterapkan konsep hidup sehat H.L. Blum, yakni serajat kesehatan masyarakat yang dipengaruhi faktor lingkungan, gaya hidup, pelayanan kesehatan dan faktor genetik. Dengan tujuan mencapai derajat sehat yang optimal, sehingga perlu adanya suatu indikator untuk menilai derajat kesehatan masyarakat, yang tealh dirumuskan dalam keputusan menteri kesehatan Nomor 1202/MENKES/SK/VIII/2003.

Kesehatan adalah kondisi dinamik keadaan kesempurnaan jasmani, mental dan sosial dan bukan semata-mata bebas dari rasa sakit cedera, dan kelemahan saja, yang memungkinkan setiap orang mampu mencapai derajat kesehatan yang optimal secara sosial dan ekonomi (UU RI,1992)

Kesehatan Menurut Undang-undang:

  1. Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
  2. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah dan atau masyarakat.
  3. Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
  4. Sarana kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan.
  5. Kesehatan adalah sesuatu yang sangat berguna

 

Sejarah Perkembangan Kesehatan Mental

Anggapan lama di Cina, Mesir maupun Yahudi kuno mengenai seseorang yang mengalami gangguan jiwa adalah karena dikuasai oleh roh jahat, yang dapat disembuhkan dengan doa, mantera, sihir, dan penggunaan obat-obatan alami tertentu. Jika cara pengobatan ini tidak dapat menyembuhkab, maka langkah berikutnya adalah dengan cara ekstrim yaitu mencambuk, membiarkan lapar, atau melemparinya dengan batu sampai penderita meninggal dunia (Atkinson dkk., 1993)

Kemajuan pemikiran ada ketika Hippocrates, seorang dokter Yunani kuno menolak anggapan bahwa adanya roh jahat. Ia berpendapat bahwa gagasan terjadi karena adanya kekacauan ketidakseimbangan cairan dalam tubuh penderita. Hippocrates dan beberapa pengikutnya (para dokter dari Yunani dan Romawi) mengajukan cara penyembuhan yang lebih manusiawi. Mereka lebih mementingkan lingkungan yang menyenangkan, olahraga, aturan makan yang teratur, pijat/mandi yang menyejukkan; disamping beberapa pengobatan yang kurang menyenangkan seperti: mengeluarkan darah, penggunaan obat pencahar, dan pengekangan mekanis (Atkinson dkk., 1993)

Perkembangan yang tealh dimulai oleh Hippocrates dan kawan-kawannya tersebut sayangnya tidak diikuti dengan perkembangan lebih lanjut, sehingga pada abad pertengahan kemudian berkembang lagi adalah cerita takhayul primitif. Anggapan perlakuan kejam oleh kelompok setan pada penderita gangguan jiwa memuncak pada abad ke-15, 16, 17 karena pada masa itu sedang berlangsung pengadilan ilmu sihir yang akhirnya menghukum mati ribuan penderita (Atkinson dkk., 1993)

Lahirnya Rumah Sakit Jiwa

Pada akhir abad pertengahan, banyak rumah sakit didirikan untuk menanggulangi para penderita penyakit jiwa. Rumah sakit ini merupakan pusat perawatan dan penyembuhan, melainkan merupakan semacam penjara dimana para penghuninya dirantai di dalam sel yang gelap dan kotor, serta diperlakukan secara tidak manusiawi (seperti binatang).

Pada tahun 1792 ada kabar menggembirakan ketikan Philipe Pinel ditempatkan pada sebuah rumah sakit jiwa di Paris. Pinel membuat semacam eksperimen dengan cara melepas rantai yang mengikat penderita. Di luar dugaan orang-orang yang skeptis, yang menganggap Pinel gila karena keberaniannya melepas rantai “binatang” tersebut, percobaan Pinel justru menunjukkan hasil yang lebih baik. Ketika akhirnya dilepas dari kekangannya, lalu ditempatkan di tempat yang bersih dan bercahaya, diperlakukan dengan baik, banyak penderita yang dulunya dianggap tidak dapat disembuhkan memperlihatkan kemajuan yang pesat sehingga akhirnya diperbolehkabn untuk meninggalkan rumah sakit jiwa (Atkinson dkk., 1993)

Pada awal abad ke-20, dicapai kemajuan besar dalam bidang obat-obatan dan psikologi. Pada tahun 1905, gangguan fisik yang dikenal sebagai general paresis terbukti memiliki penyebab yang sifatnya fisiki, yaitu infeksi sifilis yang diderita sebelum timbulnya gejala gangguan tersebut. Tanpa pengobatan para penderita penyakit ini akan meninggal dalam beberapa tahun. Pada masa itu, general  paresis merupakan lebih dari 10% penyebab timbulnya penyakit jiwa, namun pada saat ini hanya sedikit kasus yang dilaporkan berkat efektivitas penisilin sebagai obat untuk menyembuhkan sifilis (Dale dalam Atkinson dkk., 1993).

Penemuan general paresis tersebut meyakinkan para ahli bahwa penyakit jiwa berpangkal pada gangguan biologis. Sigmund Freud dan para pengikutnya meletakkan dasar pemahaman penyakit jiwa sebagai gangguan yang berkaitan dengan faktor psikologis, semantara Ivan Pavlov telah berhasil menunjukkan bahwa binatang dapat terganggu secara emosional bila dipaksa mengambil keputusan diluar kemampuan mereka (Atkinson dkk., 1993).

Clifford Beers, mantan penderita gangguan manik depresif sehingga pernah dirumahsakitkan selama 3 tahun. Selama perawatannya di rumah sakit jiwa, Beers memang tidak lagi mendapat perlakuan dirantai dan disiksa, akan tetapi karena penderitaannya ia pernah memakai baju pengikat (straitjacket) untuk mengendalikan pemberontakannya. Setelah sembuh, Beers menuliskan semua pengalamannya di rumah sakit jiwa tersebut dalam buku yang terkenal pada waktu itu : A Mind That Found Itself (1908). Beers tiada henti-hentinya bekerja untuk mendidik masyrakat tentang penyakit jiwa serta membantu mengorganisasi Komite Nasional untuk Kesehatan Jiwa. Pada tahun 1950, organisasi ini lalu bergabung dengan dua kelompok lain untuk membentuk Asosiasi Nasional Kesehatan Jiwa. Gerakan ini ternyata berpengaruh besar pada pencegahan dan pengobatan gangguan jiwa.

 

Pendekatan Kesehatan Mental

~          Orientasi Klasik

Orientasi klasik yang umumnya digunakan dalam kedokteran termasuk psikiatri mengartikan sehat sebagai kondisi tanpa keluhan, baik fisik maupun mental. Orang yang sehat adalah orang yang tidak mempunyai keluhan tentang keadaan fisik dan mentalnya. Sehat fisik artinya tidak ada keluhan fisik. Sedang sehat mental artinya tidak ada keluhan mental.

Sehat atau tidaknya seseorang secara mental belakangan ini lebih ditentukan oleh kemampuan penyesuaian diri terhadap lingkungan. Orang yang memiliki kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungannya dapat digolongkan sehat mental. Sebaliknya orang yang tidak dapat menyesuaikan diri digolongkan sebagai tidak sehat mental.

Dengan menggunakan orientasi penyesuaian diri, pengertian sehat mental tidak dapat dilepaskan dari konteks lingkungan tempat individu hidup. Oleh karena kaitannya dengan standar norma lingkungan terutama norma sosial dan budaya, kita tidak dapat menentukan sehat atau tidaknya mental seseorang dari kondisi kejiwaannya semata. Ukuran sehat mental didasarkan juga pada hubungan antara individu dengan lingkungannya. Seseorang yang dalam masyarakat tertentu digolongkan tidak sehat atau sakit mental bisa jadi dianggap sangat sehat mental dalam masyarakat lain. Artinya batasan sehat atau sakit mental bukan sesuatu yang absolut.

 ~          Orientasi Penyesuaian Diri

penyesuaian diri merupakan dasar bagi penentuan derajat kesehatan mental seseorang. Orang yang dapat menyesuaikan diri secara aktif dan realistis sambil tetap mempertahankan stabilitas diri mengindikasikan adanya kesehatan mental yang tinggi pada dirinya. Sebaliknya mereka yang tidak mampu menyesuaikan diri secara aktif, tidak realistik dan tidak stabil dirinya menunjukkan rendahnya kesehatan mental pada dirinya. Dengan kata lain kemampuan penyesuaian diri merupakan variabel utama dalam kesehatan mental. Dengan demikian dapat dipahami bahwa peningkatan derajat kesehatan mental setara dengan peningkatan kemampuan penyesuaian diri yang aktif, realistik disertai dengan stabilitas diri. Kemampuan penyesuaian diri idealnya dilatih dan dibina sejak kecil

Dalam banyak literatur psikologi kesehatan, pengembangan diri dan kemampuan penyesuaian diri merupakan salah satu indikasi dari kepribadian yang sehat. Kita dapat melihat di antaranya dalam uraian-uraian Gordon W. Allport, Carl Rogers, Abraham Maslow dan Viktor Frankl. Pemikiran mereka menegaskan bahwa pribadi yang sehat selalu ditandai dengan keinginan untuk tumbuh dan berkembang, berorientasi  ke masa depan sambil tetap realistis dan mampu melakukan inovasi bagi diri serta lingkungannya. Artinya perbaikan kemampuan penyesuaian diri tidak hanya perlu dilakukan pada mereka yang mengalami gangguan mental tetapi juga pada siapa saja.

 ~          Orientasi Pengembangan Potensi

Mewujudnyatakan potensi seperti bakat, kreativitas, minat dan lain-lain dalam diri individu. Pelepasan sumber-sumber yg tersembunyi dari bakat, kreativitas, Energi dan dorongan (Schultz, 991). Dibutuhkan fokus yang lebih untuk mencapai arah tujuan atau potensi diri yang lebih dikembangkan. Pengembangan potensi ini juga dipengaruhi peranan keluarga, sekolah dan masyarakat. Juga adanya kesempatan yang diberikan lingkungan pada individu baik yang potensinya masih tersembunyi maupun yang sudah ditemukan.

 

Sumber :

Riyanti, B. P. Dwi. 1998. Psikologi Umum 2 Seri Diktat Kuliah. Jakarta: Gunadarma.

Jurnal “Paradigma Sehat” oleh Febri Endra

http://id.wikipedia.org/wiki/Kesehatan

http://blog.uad.ac.id/nurfitria/files/2011/07/kuliah-3-pendekatan-dalam-kesehatan-mental1.pptx

http://staff.ui.ac.id/internal/0800300001/material/KesehatanMental.doc

Tinggalkan komentar